Operator Siapkan Jaringan Internet di Tengah Covid-19 Harusnya Dapat Insentif Pemerintah
Uzone.id- Lonjakan penggunaan internet pasca anjuran bekerja dan belajar di rumah untuk menghindari penyebaran Covid-19 menjadi tanggung jawab operator untuk bisa melayani masyarakat. Bahkan ada yang sampai memberikan kuota gratis. Namun sepertinya pemerintah tak memberikan insentif apapun terhadap para operator tersebut.
Dikatakan Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Andi Budimansyah dalam kondisi seperti sekarang ini, semua butuh internet dan internet butuh infrastruktur telekomunikasi. Untuk menghadapi Covid-19, perlu regulasi sederhana yang cepat dengan biaya yang wajar dalam hal ini.
"Termasuk untuk operator telekomunikasi, jangan ada biaya-biaya yang membebani sampai ke tingkat Pemerintah Daerah. Karena tanpa operator telekomunikasi, kita tidak bisa melayani kebutuhan internet untuk bekerja dan sekolah dari rumah,” tegas Andi di sebuah seminar di Jakarta yang digagas Indotellko Forum, kemarin.
Baca juga:Paket Telkomsel Bikin Ruangguru Bebas Kuota 30GB di Tengah Covid-19
Ia mengilustrasikan, saat ini pendapatan operator seluler hanya dari menjual paket data. Sementara pendapatan dari penggunaan panggilan telepon dan pesan singkat (SMS) dipastikan menurun karena layanan OTT yang disediakan aplikator asing.
“Sayangnya biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi minimal sebesar Rp1,2 triliun tetap harus dibayarkan ke pemerintah setiap tahun, entah operator itu untung atau rugi tetap harus dibayar. Kan lucu seperti ini, sementara operator harus berinvestasi juga menggelar kabel optik, menambah jaringan dan bandwith,” jelasnya.
Ditambahkan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, jika dilihat dari sisi positif, Covid-19 memang membuka peluang bagi operator seluler karena peningkatan penggunaan internet, aplikasi, dan kecerdasan buatan untuk mempermudah kebutuhan manusia.
Baca juga:Telkom Terapkan Standar Kerja Sesuai WHO untuk Cegah Covid-19
“Disrupsi teknologi mengubah banyak hal dari sisi bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, sampai kultur dan struktur organisasi perusahaan. Jumlah wisatawan akan menurun dan investasi asing juga. Bagaimana mau mikir investasi, kalau setiap negara mikir rakyatnya sendiri. Diperlukan visi dan kepemimpinan inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi,” ujarnya.
Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala mencatat setidaknya ada dua dampak langsung Covid-19 bagi pelaku TIK. Pertama adalah keterlambatan pasokan perangkat jaringan, dan juga dukungan teknis bagi solusi atau use case layanan baru terhambat akibat terbatasnya tenaga ahli dari vendor yang berasal dari negara terdampak Covid-19.
“Kemudian dampak terbesar bagi operator adalah potensi naiknya biaya belanja modal infrastruktur jaringan dan operasional maintenance untuk mempertahankan layanan 7x24. Karena itu perlu diberikan insentif bagi operator, misal penundaan implementasi validasi IMEI ponsel yang butuh investasi besar,” kata Kamilov.
Baca juga:Korea Selatan Sukses Kendalikan Corona Berkat Big Data dan AI
Sementara Pengamat Telekomunikasi Mastel Nonot Harsono menambahkan, anjuran untuk bekerja dan sekolah dari rumah juga membutuhkan layanan internet yang kencang.
“Operator telekomunikasi di Amerika Serikat bersedia memberikan paket data gratis selama 2 bulan bagi konsumennya. Tetapi disana ARPU-nya stabil di level US$ 10 dolar atau sekitar Rp 140 ribu. Kira-kira di Indonesia bisa nggak tuh diterapkan operator seluler nasional yang ARPU-nya masih sekitar Rp 40 ribu. Kalau ada selisih seperti itu, kira-kira pemerintah bisa masuk memberi insentif nggak?” ujarnya.
Sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diprediksi memiliki peluang untuk tetap bertahan di tengah wabah virus corona Covid-19. Namun begitu, ada juga dampak dan ancaman bagi para pelaku usaha di sektor tersebut.
Dikatakan founder Indotelko Forum, Doni Ismanto, Social Distancing yang dilakukan pemerintah mampu mengubah perilaku sosial dan kerja masyarakat. Istilah Working For Home (WFH) atau Distance Learning menjadi familiar dan dianggap peluang bagi operator telekomunikasi di sisi trafik data. Bagi pemain solusi ini menjadi berkah mengembangkan inovasi Unified Communication (UC) yang cocok bagi perusahan untuk WFH atau startup yang mengembangkan platform belajar online bagi kalangan pendidikan.
Baca juga:Menteri Nadiem Ajak Warga Kerja dari Rumah
"Namun tantangan yang harus dihadapi oleh pemain TIK di tengah Covid-19 adalah soal suply chain global khususnya untuk infrastruktur yang banyak tergantung dengan Tiongkok. Pemain besar infrastruktur jaringan itu kalau tidak dari Tiongkok, pabriknya ada di sana. Adanya pembatasan pergerakan manusia tentu berakibat bagi operator dalam upgrade kualitas untuk jaringannya, minimal untuk mendatangkan ahli asing," ujar Doni.
Oleh karena itu, kata dia, kondisi sekarang tentunya operator membutuhkan sejumlah insentif atau suplemen seperti keringanan regulasi untuk mendukung pengembangan jaringan hingga kemudahan dalam melakukan transformasi digital.
Bank Dunia memperkirakan pada 2014 bahwa endemi dengan skala dan dampak yang serupa dengan flu 1918 akan menurunkan 5% dari produk domestik bruto global. Penyakit tersebut tersebar luas dan mungkin lebih ganas dan membunuh lebih dari 50 juta orang dan itu adalah skenario terburuk.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan kembali memerintahkan jajarannya untuk menghitung ulang risiko pelemahan ekonomi global akibat merebaknya Covid-19 yang berpotensi merembet ke Indonesia. Bahkan, dalam sambutan rapat terbatas, Senin (9/3), Jokowi juga menyampaikan peluang dampak ekonomi lanjutan yang lebih panjang hingga 2021 nanti.