Trump Ngadu ke Pengadilan, Minta Twitter Pulihkan Akunnya
Ilustrasi foto: Historyin/Unsplash
Uzone.id- Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta pengadilan federal untuk membuat Twitter mengembalikan kembali akun Twitternya.
Akun Twitter Trump telah ditangguhkan pada 8 Januari, dua hari setelah pendukungnya menyerbu gedung Capitol AS dalam kerusuhan yang memakan korban jiwa, termasuk seorang perwira Polisi Capitol.
Twitter menyebutkan bahwa larangan ini dilakukan ‘karena resiko kekerasan lebih lanjut’ lalu beberapa bulan kemudian Trump menggugat keputusan Twitter tersebut.
Baca juga:El Salvador Resmi Menambang Bitcoin Pakai Energi Gunung Berapi
Dalam pengajuan hukum Jumat malam, mantan presiden tersebut mendesak hakim distrik AS untuk memberi perintah awal agar Twitter memulihkan akunnya sementara gugatannya terus berjalan.
Pengajuan yang diserahkan Trump pada Jumat lalu, (01/10/2021), berpendapat bahwa Twitter yang ‘menyensor’ Trump memiliki kekuasaan terlalu banyak atas wacana politik AS, kata The Washington Post, Senin (04/10/2021).
Dibalik larangan tersebut, seorang peneliti menemukan bahwa seminggu setelah pelarangan Twitter Trump, misinfomasi online tentang kecurangan pemilu turun 73 persen. Sayangnya, cuitan Trump soal misinformasi pemilu terus beredar di platform lain.
Tak hanya Twitter, sosial media seperti Facebook dan YouTube juga telah mengusir Trump dari platform mereka.
“Apakah kita melakukan sesuatu sesuai dengan ideologi atau sudut pandang politik? Tidak, kita tidak melakukannya. Titik," kata CEO Twitter Jack Dorsey beberapa waktu lalu, dikutip dari Cnet, Senin (04/10/2021).
"Kami tidak melihat konten berkaitan dengan sudut pandang politik atau ideologi. Kami melihat perilaku,” tegasnya.
Baca juga:Squid Game Bikin Lonjakan Trafik Data Jadi 1,2 Triliun bit, Netflix pun Digugat
Tuntutan hukum yang menuduh media sosial melakukan penyensoran dan melanggar Amandemen Pertama telah berulang kali ditolak oleh pengadilan, karena Amandemen Pertama ternyata berlaku untuk pemerintah, bukan untuk perusahaan swasta.
Menanggapi permintaan Trump ini, Twitter menolak untuk berkomentar, begitupun dengan penasihat utama Trump yang juga tutup mulut.