Adios Era Bakar Duit: Investor Bakal Fokus Cari Profit dari Startup
Uzone.id – Berdasarkan data Tracxn, nilai investasi ke startup Indonesia pada periode Januari-November 2023 anjlok dari US$1,43 miliar (sekitar Rp21,45 triliun) menjadi hanya US$479 juta (sekitar Rp7,185 triliun), menunjukkan penurunan sebesar 67%.
Sayangnya, bukan hanya nilai investasinya yang menurun, tetapi juga frekuensi putaran pendanaan. Jika tahun lalu berhasil capai 129 putaran, tahun ini hanya tercatat 78 putaran selama Januari - November 2024.Dari tahun ke tahun, memang nilai investasi ke startup Indonesia terus mengalami penurunan. Data Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menunjukkan bahwa di tahun 2021 nilai investasi berada pada Rp144 triliun, di tahun 2022 pada Rp68 triliun, dan tahun 2023 menjadi Rp25,31 triliun.
Nailul Huda yang merupakan Ekonom CELIOS menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan penurunan tersebut adalah tech winter atau tren penurunan investasi ke perusahaan rintisan secara global. Ia turut memperkirakan jika pendanaan startup akan semakin macet di tahun depan.
Kebijakan ekonomi global, regulasi di Indonesia, dan kegagalan demi kegagalan bisnis startup di Indonesia turut mempengaruhi persepsi investor terhadap ekosistem digital. Hal tersebut turut menjadi faktor pendorong kemacetan pendanaan startup di tahun ini.
“Era ‘bakar uang’ sudah tidak relevan lagi. Sekarang startup dituntut untuk berada di jalur profitabilitas. Modal ventura juga mengubah paradigma dari berfokus menggenjot valuasi startup, menjadi mengutamakan keuntungan dalam waktu singkat,” ungkap Nailul Huda dalam diskusi Indonesia Digital Economy Outlook 2025, mengutip pada Katadata.co.id.
Penurunan pendanaan akibat perlambatan dalam ekonomi global turut menggeser fokus investasi. Kini, para investor lebih tertarik pada startup yang berorientasi pada profitabilitas, sektor kesehatan, keberlanjutan, dan teknologi.
Peluang di pasar regional, terutama pada sektor D2C (Direct to Customer) dan transformasi digital UMKM akan ikut disorot. Startup D2C berpeluang memanfaatkan inovasi teknologi untuk memperluas jangkauan, sementara digitalisasi UMKM terus didorong oleh kebutuhan operasional yang lebih efisien dan akses pasar yang lebih luas.