Kalau Jualan Online Tetap Gak Laris, UMKM Harus Gimana?
Kolom oleh: Direktur Digital Business Telkom Indonesia, M. Fajrin Rasyid.
Uzone.id – Beberapa pekan belakangan ini isu social commerce sedang bising dibicarakan. Reaksi dari berbagai pihak sangat beragam, yang paling menarik adalah keluhan para penjual offline yang merasa dirugikan.Social commerce seperti TikTok Shop mendadak ‘disalahkan’ oleh penjual offline seperti di Pasar Tanah Abang karena dianggap mendisrupsi penjualan. Belum lagi kontroversi TikTok sendiri yang beroperasi sebagai media sosial dan e-commerce sekaligus.
Behavior masyarakat memang berubah — nyaman belanja online dibanding offline — tak sedikit penjual offline turut mencoba menjajaki platform online, namun hasilnya juga kurang moncer.
Memang tidak ada yang instan, apalagi mengingat pesaing seller dan pelaku UMKM di ranah online begitu banyak.
Lalu, apa saja yang harus dilakukan pelaku UMKM agar tidak putus asa berbisnis di ranah online, mengingat persaingannya tak hanya sesama UMKM, namun juga pesohor yang telah punya ‘nama besar’ lebih dulu?
Kalau jualan online gak laris, faktor pertama yang perlu dievaluasi adalah produk itu sendiri. Apakah produknya sendiri memang menarik bagi pembeli? Jangan langsung menyalahkan platform online, padahal ternyata bisa jadi alasan produk tidak laris adalah harga yang kelewat mahal atau kualitas produk yang kurang mumpuni.
Cobalah untuk lakukan survei secara langsung kepada pembeli atau masyarakat sekitar untuk memperoleh feedback atas produk kita. Jadikan hal tersebut sebagai sarana untuk memperbaiki kualitas produk kita.
Berikutnya, evaluasi juga bagaimana positioning produk kita secara online. Belum tentu produk yang laris di offline akan serta merta laris juga di online. Misalnya, bisa saja ternyata foto produk yang ditampilkan tidak menarik atau pecah-pecah, padahal ini merupakan hal yang sangat penting di dunia online.
Luangkan sedikit resource untuk menghasilkan foto produk yang berkualitas. Jika perlu, lengkapi juga dengan video yang memancing rasa penasaran atau keinginan orang untuk mencoba.
Jangan lupa petakan juga bagaimana persaingan harga dengan produk-produk serupa atau mirip. Kita tidak harus menjual produk dengan harga paling murah, tetapi jika harga produk kita lebih tinggi, maka kita harus meyakinkan nilai tambah apa yang bisa produk kita tawarkan kepada konsumen.
Terakhir, salah satu cara untuk mendorong penjualan adalah dengan bekerjasama dengan influencer. Dalam hal ini, kita perlu pintar memilah influencer yang sesuai.
Jangan sembarang memilih influencer semata-mata karena paling terkenal atau memiliki follower banyak. Usahakan memilih influencer yang memiliki positioning serupa atau mirip dengan yang produk kita tawarkan.
Hal-hal di atas perlu diperbaiki dan dievaluasi secara terus menerus. Kebanyakan UMKM yang berhasil dan bisa tumbuh besar yang saya temui adalah yang tidak mudah menyerah ketika menemui hambatan, tetapi terus belajar dan berinovasi demi memuaskan pelanggan. Maju terus UMKM Indonesia!