Pasca Zenius Tutup: Bagaimana Nasib Startup Edtech di Indonesia?
Uzone.id – Tutupnya startup Zenius memang mengejutkan banyak pihak, pasalnya startup edtech ini termasuk pemain lama di sektor edukasi fdigital Indonesia.
Setelah 20 tahun berdiri, pada Rabu, (03/01), Zenius memutuskan untuk menutup sementara operasional mereka. Hal ini terjadi karena berbagai kendala termasuk kondisi ekonomi yang belum stabil.Bhima Yudhistira selaku pakar ekonomi sekaligus Direktur CELIOS menilai kalau apa yang terjadi pada Zenius ini kemungkinan terjadi pada startup edtech lainnya.
“Kejadian di Zenius ini bisa menjalar ke startup edtech yang lainnya. Makanya, banyak edtech lain yang langsung beralih dengan mengakuisisi perusahaan bimbel atau perusahaan khusus yang tatap muka, ini adalah exit strategy yang paling mungkin dilakukan,” ujar Bhima saat berbincang bersama Uzone.id, Jumat, (12/01).
Bhima menyarankan bagi startup daring yang masih bertahan agar menyiapkan strategi lain dan tidak hanya berfokus pada pembelajaran online saja.
“Bagi startup yang tetap fokus pada pembelajaran daring, akan sangat berat juga untuk tetap eksis kalau hanya pembelajaran secara online saja, jadi harus ada pivot strategy,” kata Bhima.
Secara general, startup edtech saat ini memang sedang menghadapi kesulitan yang cukup serius. Tantangan ini muncul dari perubahan pola pembelajaran yang kembali lagi ke offline dan tatap muka.
Masyarakat Indonesia saat ini kembali beralih ke pembelajaran offline setelah pandemi berakhir. Para pelajar lebih memilih untuk bimbingan secara tatap muka karena dinilai lebih efisien dan efektif dibandingkan belajar daring.
“Startup edtech ini banyak muncul pada saat pandemi, mereka mendapat banyak pendanaan saat pandemi karena berharap pola belajar daring itu akan berlaku secara permanen,” kata Bhima.
Bhima melanjutkan, “Namun saat pandemi reda, ternyata banyak yang salah memprediksi setelah menghabiskan biaya operasional untuk pelayanan digital.”
Selain keadaan pasca pandemi yang menuntut startup edutech untuk kembali menyesuaikan diri dengan menggabungkan pembelajaran offline dan online, Bhima menilai kalau startup sektor edtech sempat terlalu ‘terlena’ dengan laju dana dari investor beberapa tahun terakhir.
Hal inilah yang membuat mereka kemudian mengambil langkah efisiensi hingga akhirnya pailit.
“Banyak terlena sih, startup edtech banyak terlena dengan banjirnya investasi modal ventura, misalnya membangun kantor besar, biaya operasional terlalu tinggi, gaji besar dan lainnya. Jadi begitu situasi global kurang bagus kemudian banyak investor yang menunda menyuntik ke edtech, ya mereka bisa efisiensi karyawan bahkan sampai pailit,” jelas Bhima.
Melihat prospek pendanaan di tahun ini, Bhima memprediksi kalau kondisi ekonomi global akan mengalami penurunan sehingga para investor disarankan tetap berhati-hati terutama ketika berinvestasi di sektor edukasi.
“Mereka harus mempelajari bisnis modelnya mempelajari juga biaya operasionalnya kemudian mempelajari apakah pasarnya berkembang atau menyusut, hal ini juga harus dijadikan pertimbangan dari sisi investor,” jelas Bhima.
Usai Zenius undur diri, startup edtech di Indonesia yang masih tetap bertahan hingga saat ini adalah Ruangguru, Pahamify, Cakap, Binar, Udemy, Pintar, Hacktiv8, RevoU, Kuncie, KelasKita dan masih banyak lagi.