Rasanya Belajar Virtual yang Serba Lancar dan Memuaskan
-
Foto ilustrasi: Dylan Ferreira/Unsplash
Uzone.id -- Puluhan pelajar SMA sedang berkumpul ramai di koridor lantai dua di sekolah yang bersemayam di Pademangan, Jakarta Utara. Bukan jam istirahat, mereka tengah mengulik berbagai jenis limbah untuk disulap menjadi sebuah prakarya maha kreatif.Obrolan-obrolan tentang bagaimana mengolah jenis limbah itu mengisi kesunyian koridor sekolah. Ada yang ribut menentukan apakah limbah kaca itu layak dibikin menjadi pajangan mozaik, atau diubah ke barang lebih apik seperti bingkai foto hingga vas bunga.
Sayangnya, keseruan seperti ini hanya bertahan dalam waktu sekejap. Mendadak sekolah dibubarkan. Pelajar dan tenaga pengajar diwajibkan menjalankan aktivitas dari rumah masing-masing. Pandemi menghantam proses kreativitas di sekolah.
Belajar virtual. Konsep baru yang harus dijalani oleh tiap lapisan peserta pendidik dan pelajar di Indonesia. Anggapan kalau sekolah online dari rumah begitu merepotkan karena banyak yang gagap teknologi pun mencuat. Uniknya, tak sedikit pula yang merasa kalau belajar secara online nyatanya dapat dinikmati dan bikin puas proses pembelajaran.
“Saya merasa belajar virtual bukan hal aneh lagi. Proses ini sangat membantu, biasanya tergantung pada layanan atau media yang digunakan. Kebetulan sekolah kami menggunakan Pijar Sekolah, platform ini sifatnya terintegrasi semua. Kalau takut sekolah online itu serba repot, saya kok malah merasa dipermudah,” ucap Dedin Saifudin, seorang guru mata pelajaran Prakarya dan Seni Budaya di SMAN 40 Jakarta Utara.
Baca juga: 5 Tips Belajar Online Tetap Seru Tanpa Suntuk
Baginya, belajar virtual tak jauh berbeda dengan belajar secara konvensional di sekolah. Malah, ada beberapa hal yang menurutnya menjadi lebih sederhana dan praktis berkat praktik serba virtual.
“Mengajar di kelas, mengatur jadwal, hingga mengirimkan tugas kepada para siswa, ini semua mudah dilakukan. Bagi saya platform virtual seperti Pijar Sekolah justru bagai penunjang kegiatan belajar-mengajar. Apalagi membuat pengumuman, itu serba sederhana karena semuanya bisa akses,” lanjut Dedin.
Interaksi yang terjalin antara guru dan siswa pun, menurut Dedin, tetap kondusif dan sifatnya dua arah. Kehadiran perangkat digital seperti laptop tidak pernah menjadi batasan untuknya saat mengajar.
“Selama satu tahun mengajar online, saya sangat menyukai fitur Penilaian di Pijar Sekolah. Sangat praktis, guru cukup memberikan tes, lalu hasilnya tinggal kita tarik saja dari fitur ini. Proses penilaiannya sudah otomatis by system, bukan manual yang harus saya unduh dan print terlebih dahulu,” jelasnya.
Pun begitu dengan fitur Penugasan. Dedin mengaku, dari sisi pengajar dirinya tinggal melakukan export, atau mengunggah tugas itu ke Pijar Sekolah, lalu siswa tinggal mengerjakannya.
“Fitur Modul/Tugas juga favorit saya, karena memudahkan dalam pemberian tugas. Fungsi ini membuat saya jadi lebih konsisten dan terjadwal dalam memberikan tugas, siswa juga jadi tepat waktu dan juga ada wadah untuk mengumpulkan tugasnya,” imbuhnya.
Sebagai guru di mata pelajaran Prakarya dan Seni Budaya, proses mengasah kreativitas melalui penugasan berupa pembuatan prakarya umumnya dilakukan secara bertatap muka. Namun, kendala ini tetap dapat disolusikan melalui platform virtual, dalam hal ini Pijar Sekolah.
“Kalau kebetulan ada penugasan di mata pelajaran saya seperti membuat prakarya, maka solusinya adalah saya meminta para siswa untuk merekam proses pembuatannya dalam durasi singkat. Setelah prakarya sudah jadi, mereka tinggal kirimkan hasil fotonya. Dan ini semua melalui satu pintu, yaitu Pijar Sekolah itu. Serba praktis,” terang Dedin.
Di sisi lain, siswi bernama Amelia yang duduk di kelas 11 jurusan IPS di sekolah yang sama mengaku sempat gundah gulana saat awal tahun 2020 malah disambut oleh pandemi, sebab ia baru menginjakkan kaki di jenjang SMA namun terpaksa harus sekolah virtual.
Baca juga: Jika Pandemi Usai, Bukan Berarti Belajar Online Bakal Berakhir
Masa SMA masa yang tak terlupakan, begitu ujar kebanyakan orang. Amelia pun harus gigit jari dan menerima keadaan bahwa ia sampai sekarang tak kunjung mengetuk gerbang sekolahnya itu.
“Namun semua ada hikmahnya. Sebelum serba virtual, semua belajar secara face to face, jadi serba mudah. Setelah belajar online, awalnya kendala itu dirasakan ketika ruang memori ponsel mendadak penuh diisi oleh berbagai aplikasi belajar online. Saat sekolah menggunakan platform Pijar Sekolah, taadaa! Tiba-tiba semua fleksibel,” kisah Amelia.
Ia menyambung, “Pijar Sekolah bentuknya situs, jadi semua penggunanya tidak perlu mengunduh aplikasi. Hal yang paling saya sukai adalah konten digitalnya yang sangat lengkap. Murid bisa eksplor sendiri, apalagi saya jurusan IPS, konten digital lengkap begini tentu nilai plus sekali. Platform ini menurut saya ada di angka 9 dari 10 dari segi kepuasan.”
Dari mata pelajar seperti Amelia pun, pembelajaran secara virtual ini ia harapkan akan terus ada ketika pandemi berakhir, karena kondisi ini memaksa kondisi jadi serba digital lengkap dengan manfaat positifnya.
“Platform seperti Pijar Sekolah ini keren dan sangat kekinian. Proses ujian ke depannya sangat cocok jika menggunakan metode online seperti yang sudah kami lakukan di platform ini, jadi saya harap sih, akan terus ada ketika semua sudah kembali ke sekolah sekalipun,” tutupnya.