Whistleblower: Facebook Dorong Ujaran Kebencian Demi Keuntungan
Ilustrasi (Foto: Austin Distel / Unsplash)
Uzone.id- Frances Haugen sebagaiwhistlebloweratau saksi pelapor telah mengungkapkan identitasnya di program 60 Minutes, yang tayang di televisi nasional pada Minggu (3/10/2021). Dia membuka Facebook telah merangkul algoritma yang memperkuat ujaran kebencian.
Menurut profil Linkedin sebelum dihapus, Haugen adalah manajer produk di Facebook yang ditugaskan ke grup Civic Integrity. Dia memilih keluar dari Facebook pada tahun 2021 setelah grupnya dibubarkan.
Haugen mengatakan bahwa dirinya tidak percaya bahwa Facebook bersedia menginvestasikan apa yang sebenarnya perlu diinvestasikan untuk menjaga agar Facebook tidak berbahaya.
BACA JUGA:Seram, Boneka Squid Game Dipakai Kampanye CCTV E-TLE oleh Dishub Surabaya
Akibatnya, Haugen membocorkan cache penelitian internal ke Securities and Exchange Commission dengan harapan mendorong regulasi Facebook yang lebih baik.
Haugen mencatat bahwa dirinya telah bekerja di sejumlah perusahaan, termasuk Google dan Pinterest, namun menurutnya "Facebook jauh lebih buruk". Itu karena keinginan Facebook untuk menempatkan keuntungan mereka sendiri di atas kesejahteraan penggunanya, kata dia.
"Ada konflik...antara apa yang baik untuk publik dan apa yang baik untuk Facebook," kata Haugen kepada Pelley.
"Dan Facebook berulang kali memilih untuk mengoptimalkan kepentingannya sendiri - seperti menghasilkan lebih banyak uang."
Sementara, Facebook berulang kali mengklaim membantu menghentikan ujaran kebencian, setidaknya pada produknya sendiri. Satu dokumen internal Facebook yang dibocorkan oleh Haugen mengatakan "Kami memperkirakan bahwa kami bisa bertindak sedikitnya 3,5 persen kebencian dan ~0,6 persen V&I (violence and incitement/penghasutan) di Facebook meskipun menjadi yang terbaik di dunia dalam hal itu."
Haugen mengklaim akar masalahnya adalah algoritma yang diluncurkan pada 2018 yang mengatur apa yang kamu lihat di platform Facebook.
BACA JUGA:Jeff Bezos Investasi di Startup e-Commerce Indonesia, Ula
Menurutnya, itu dimaksudkan untuk mendorongengagement(keterlibatan) dan perusahaan telah menemukan bahwa keterlibatan terbaik adalah jenis menanamkan rasa takut dan benci pada pengguna.
"Lebih mudah menginspirasi orang untuk marah daripada emosi lainnya," kata Hagen.
Pada saat itu, Mark Zuckerberg mempresentasikan perubahan algoritma sebagai positif."Kami merasa bertanggung jawab untuk memastikan layanan kami tidak hanya menyenangkan untuk digunakan, namun juga baik untuk kesejahteraan masyarakat."
Namun, menurut laporan The Wall Street Journal tentang kekhawatiran Haugen, hasilnya adalah perubahan tajam menuju kemarahan dan kebencian.
"Informasi yang salah, toksisitas, dan konten kekerasan sangat lazim di antara pembagian ulang," kata satu memo internal yang dikutip The Wall Street Journal, menilai efek dari perubahan tersebut.
The Wall Street Journal mulai menerbitkan temuannya dari cache dengan nama "The Facebook Files" pada September 2021.
Satu laporan yang menuduh Facebook memiliki penelitian yang membuktikan Instagram merugikan gadis remaja sejak itu hingga digelarnya sidang kongres.
BACA JUGA:Negara dengan Penetrasi Internet 100 Persen, Ternyata...
Menjelang sidang, Facebook berusaha mengubah narasi dalam postingan blog, yang mereproduksi dua laporan yang dirujuk dalam pelaporan Wall Street Journal.
Wakil Presiden Urusan Global Facebook, Nick Clegg muncul di program CNN untuk membela perusahaan pada Minggu sore, hanya beberapa jam sebelum Haugen muncul.
"Saya pikir itu menggelikan," kata Clegg tentang tuduhan bahwa media sosial bertanggung jawab atas kerusuhan 6 Januari 2021.
"Saya pikir itu memberi orang kenyamanan palsu untuk berasumsi bahwa harus ada penjelasan teknologi, atau teknis, untuk masalah polarisasi politik di Amerika Serikat.
Di program 60 Minutes, Haugen menyerukan regulasi jejaring sosial secara lebih laus, sesuatu yang diminta Facebook sendiri dalam bentuk yang lebih terbatas.
Dia dijadwalkan muncul di hadapan Senat Perdagangan pada Selasa (5/10). (The Verge)