KTP digital yang ‘Vintage’: Ngaku Digital Tapi Masih Manual
Kolom oleh: Praktisi cyber security Vaksincom, Alfons Tanujaya.
Uzone.id – Kabar gembira datang dari Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengajak masyarakat untuk melakukan digitalisasi KTP elektronik (e-KTP) menjadi KTP digital. Kemendagri pun membuat aplikasi KTP digital yang diberi nama IKD, alias Identitas Kependudukan Digital.Implementasi yang digunakan sudah cukup baik, dimana e-KTP masih tetap berlaku sambil pelan-pelan masyarakat diberikan kesempatan beralih ke KTP digital.
Ibaratnya peralihan mobil BBM ke mobil listrik di mana diperantarai oleh mobil hibrid. Target yang ingin dicapai cukup ambisius dimana pada tahun 2023 target 50 juta penduduk Indonesia memiliki IKD.
Dalam proses implementasi KTP digital ini, terjadi hal yang kontradiktif. Dukcapil ingin mendigitalkan identitas kependudukan, hal yang seharusnya memanfaatkan keunggulan, efisiensi, dan kemudahan yang disediakan oleh kanal digital. Namun mereka malah menggunakan cara kuno dan manual yang tidak efisien, menghabiskan waktu dan biaya masyarakat yang ingin mendapatkan IKD.
Baca juga: Simak Cara Daftar dan Bikin KTP Digital
Hal ini menimbulkan pertanyaan, seberapa besar kesiapan sistem, sumber daya manusia (SDM), dan keseriusan Dukcapil dalam melakukan digitalisasi KTP ini.
Catatan implementasi IKD
Ada beberapa catatan yang perlu menjadi evaluasi Dukcapil dalam menerapkan IKD ini jika memang ingin target 50 juta pengguna IKD di akhir tahun 2023 tercapai.
1. Aplikasinya bermasalah dan masih belum stabil
Sebagai lembaga pemerintah yang sudah memiliki alokasi dana yang cukup dari APBN, harusnya tidak sulit untuk membuat aplikasi yang bagus, andal dan tidak bermasalah.
Namun melihat review di Google Play Store, rating yang diberikan dari 12.500 ulasan oleh pengguna aplikasi ini hanya 3.3 dari 5.
Nilai ini cukup dapat dipercaya dan secara teknis sulit memalsukan 12.500 ulasan sehingga harusnya pihak Dukcapil bisa selalu memantau evaluasi yang diberikan oleh pengguna aplikasi ini.
Mendapatkan review tinggi bukanlah hal tidak mungkin apabila pengembangan aplikasi dilakukan secara serius dan melalui tahap yang benar, seperti meluncurkan dalam versi beta dahulu.
Setelah stabil dan menerima banyak masukan dari para pengguna dengan berbagai perangkat, aplikasi IKD kemudian dapat disempurnakan, hingga akhirnya diluncurkan secara resmi.
Salah satu aplikasi yang mendapatkan review tinggi adalah PLN Mobile dengan rating 4.9 dan sudah diunduh lebih dari 10 juta pengguna.
2. Aplikasi hanya bisa diakses melalui ponsel dan hanya tersedia untuk pengguna Android
Kesan yang diberikan oleh Dukcapil adalah seakan-akan cara mengakses data itu hanya bisa melalui aplikasi dari ponsel saja.
Aplikasi ponsel hanya sarana tatap muka dan bukan satu-satunya cara untuk mengakses database. Database itu sendiri bisa diakses dengan berbagai macam cara, entah langsung diakses servernya oleh administrator (atau peretas) dan lebih fleksibel, ataupun mudah dan murah apabila turut menggunakan situs (web based) sehingga tidak tergantung pada perangkat.
Jadi perangkat berbasis Android, iPhone atau komputer sekalipun akan tetap bisa mengaksesnya.
Namun alih-alih mengutamakan akses melalui peramban (browser) yang bisa diakses dari berbagai platform, yang dilakukan malah membuat aplikasi eksklusif di Android dahulu dan pengguna perangkat berbasis iOS dan juga komputer justru tidak mendapatkan akses.
Baca juga: KTP Digital Akan Berlaku, Ini PR untuk Dukcapil demi Jamin Keamanan
Akses data kependudukan berbasis web seharusnya yang menjadi tulang punggung sistem IKD karena jika terjadi kedaruratan seperti aplikasi ponsel IKD bermasalah, ponsel rusak, hilang atau data kependudukan dicuri, masih tetap bisa diakses menggunakan peramban dari komputer atau perangkat lainnya.
Tentu hal ini tetap harus menjunjung keamanan seperti diberikan pengamanan enkripsi yang baik, pengamanan kredensial yang mumpuni seperti TFA (Two-Factor Authentication) atau OTP, dan bisa mengidentifikasi pengakses dengan baik.
3. Scan QR Code harus ke kantor kelurahan domisili KTP
Verifikasi fisik sangat penting karena akan menjadi dasar keabsahan data kependudukan yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk mengakses layanan penting lainnya yang membutuhkan verifikasi keabsahan penduduk.
Kendati begitu, di zaman digital seperti sekarang sistem dan perangkat keras pendukung yang ada sudah sangat memungkinkan untuk melakukan verifikasi secara terdistribusi dan tidak harus terpusat atau mendatangi satu lokasi tertentu.
Sebagai contoh, jika ada nasabah bank mengalami masalah dengan kartu ATM bank dan ingin mengganti kartunya, ia tidak harus mendatangi kantor asal pembukaan rekening. Ia cukup mengunjungi salah satu cabang saja.
Hal ini dimungkinkan karena semua kartu ATM bank itu sama dan hanya dibedakan oleh data nasabah yang bersangkutan.
Bahkan pada sistem penarikan tunai tanpa kartu, siapapun dapat melakukan penarikan tunai pada ATM bank jika mengetahui nomor ponsel dan PIN penarikan dana.
Vaksincom setuju jika Dukcapil bersifat prudent dalam memberikan IKD ini dan ingin melakukan verifikasi fisik seperti face recognition atau biometrik lainnya, namun tetap juga harus mempertimbangkan kenyamanan pengguna layanan kependudukan.
Dukcapil bisa memanfaatkan keunggulan kanal digital dalam melakukan verifikasi. Proses verifikasi harusnya bisa dilakukan di kantor kelurahan atau kantor Dukcapil di seluruh Indonesia, karena database kependudukan disimpan terpusat dan dapat diakses dari mana saja oleh instansi yang mendapatkan hak akses.