Awas, 5 Aplikasi Ini Ngaku Bisa 'Sulap' Ponsel Jadi Oximeter
-
Ilustrasi (Foto: Syed Ali/Unsplash)
Uzone.id - Pandemi Covid19 di Indonesia sekarang ini sedang berada dalam tahap mengkhawatirkan.Lihat saja data yang disodorkan Kementerian Kesehatan lewat akun Instagram @kemenkes_ri. Penambahan kasus baru Covid-19 per tanggal 5 Juli 2021 ada +29.745 kasus, sedangkan sembuh +14.416 orang, dan meninggal +558 orang.
Melonjaknya kasus baru ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat hingga alat medis seperti oximeter langka di pasaran. Harga oximeter yang dijual di situs web e-commerce juga jadi naik signifikan.
Kemudian, ada tawaran dari toko aplikasi smartphone yang kinerjanya mirip dengan oximeter, yang bisa melacak dan memantau kadar oksigen dalam darah.
Sebagian besar aplikasi ini mengklaim menggunakan prinsip yang sama dari photoplethysmography atau PPG yang bisa mendeteksi variasi volumetrik sirkulasi darah dengan menggunakan sumber cahaya.
BACA JUGA: Cara Kerja Kamera OPPO Reno6 untuk Hasilkan Bokeh Sinematik
Dalam hal ini, aplikasi di smartphone itu pakai senter dan kamera ponsel, alih-alih pakai cahaya inframerah yang terdapat pada oksimeter untuk mengukur level Spo2. Biasanya, pasien positif Covid-19 harus memastikan kadar Sp02 di atas 95 persen.
Berikut ini lima aplikasi yang mengklaim bisa mengukur kadar oksigen dalam darah:
1. CarePlix Vitals
Aplikasi ini dibuat oleh startup CareNow Healthcare yang berbasis di Kolkata, India, dan bisa diunduh secara gratis di Apple Store dan Google Play. Aplikasi ini butuh ID email pengguna untuk pendaftaran.
2. Blood Oxygen
Aplikasi ini tersedia di Apple App Store dan mengklaim bisa memantau tingkat oksigen darah serta detak jantung. Untuk pemantauan SpO2, aplikasi meminta pengguna untuk memeriksa pola pernapasan melalui fungsi start/stop.
Tidak ada proses pendaftaran, dan pengguna dapat menggunakannya secara langsung. Setelah tes pernapasan, ini memberikan rentang yang mungkin tidak jelas bagi pengguna. Aplikasi harus digunakan untuk referensi pribadi saja.
3. Pulse Oximeter Tracker
Aplikasi ini mengklaim bisa melacak level SpO2 dari oksimeter. Ini berarti bahwa aplikasi tidak mengizinkan pengguna untuk memantau kadar oksigen, tetapi hanya melacak data yang direkam secara teratur.
Pengguna harus menambahkan data ke platform secara manual yang dapat dilihat dalam tampilan statistik yang rapi.
4. Ezvitals
Mirip dengan Pulse Oximeter Tracker, aplikasi Ezvitals memungkinkan pengguna merekam data dari oksimeter untuk referensi di masa mendatang.
Aplikasi ini tersedia untuk diunduh secara gratis melalui toko aplikasi Google dan Apple, dan memungkinkan pengguna untuk berbagi informasi kesehatan dengan penyedia layanan kesehatan.
Aplikasi saat ini mendukung perangkat Wellue dan Viatom Pulse Oximeter. Perusahaan mengatakan platform tidak boleh digunakan untuk keadaan darurat.
5. O2 Meter
Aplikasi ini mengklaim dapat menguji level SpO2 dengan menggunakan kamera HP. Kamu cukup tempelkan ujung jari di lensa kamera belakang ponsel.
Tidak Bisa Dipercaya
Walter Schrading, direktur kantor kedokteran hutan belantara di Universitas of Alabama di Birmingham School of Medicine, berpendapat bahwa aplikasi yang terdapat di smartphone itu bisa berbahaya.
Menurutnya, aplikasi tersebut bisa mengelabui pengguna karena cuma bisa membaca ketika pengguna sedang kondisi sehat.
Namun, ketika orang benar-benar memiliki kadar oksigen rendah, alat tersebut masih memberikan hasil pembacaan normal.
"Alat itu tidak bekerja dengan baik ketika kamu benar-benar membutuhkannya untuk bekerja dengan baik, yaitu saat kadar oksigen kamu turun," kata Schrading.
Schrading dan rekannya mengevaluasi tiga aplikasi oksimetri nadi iPhone dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2019, dan menemukan bahwa mereka tidak bisa mengidentifikasi orang yang tidak memiliki cukup oksigen dengan baik.
BACA JUGA: Penerbangan Jakarta-Bali Ada Pemeriksaan Sertifikat Vaksinasi dan Hasil Tes PCR Digital
Temuan mereka konsisten dengan penelitian lain, yang juga menemukan bahwa aplikasi oksimeter nadi tidak akurat.
Analisis terbaru dari Pusat Pengobatan Berbasis Bukti (Centre for Evidence-Based Medicine) di Universitas Oxford, yang meninjau penelitian tentang aplikasi dalam konteks pandemi COVID-19, juga menyimpulkan bahwa aplikasi tersebut tidak dapat diandalkan.
“Tingkat saturasi oksigen yang diperoleh dari teknologi semacam itu tidak boleh dipercaya,” tulis para penulis analisis.
Di Indonesia, dr. Andreas Prasadja, RPSGT punya pendapat yang sama dengan Walter Schrading. Andreas mengatakan bahwa pada dasarnya, ponsel tidak punya sensor kesehatan yang memadai, terutama oximeter.
Oleh karena itu, aplikasi pun tidak bisa mengubah ponsel jadi oximeter. Ia juga mengingatkan bahwa peralatan dengan medical grade harusnya lebih dapat diandalkan daripada alat-alat yang beredar secara umum.
Mengingat ancaman happy hypoxia pada khalayak ramai, dr. Andreas memperingatkan apabila mempercayai aplikasi seperti O2 Meter dapat berbahaya.
Andreas meminta masyarakat berpikir kritis sebelum menggunakan aplikasi semacam itu, sebab alat atau aplikasi kesehatan seharusnya memiliki izin dari otoritas kesehatan sebelum beredar. Beliau pun menyarankan untuk membeli pulse oximeter fisik yang lebih terpercaya.
"Mengukur oksigen, pulse, dan laju pernapasan (respiratory rate) tidak semudah menggunakan kamera smartphone dengan menyalakan flash. Gak bakal bisa, karena sensor dan sumber cahayanya pun jelas beda," tutur dr. Andreas, dilansir dari IDN Times.