Sponsored
Home
/
Digilife

Jadilah Orang Tersopan, Niscaya Bebas Hukuman Penjara bak Rachel Vennya

Jadilah Orang Tersopan, Niscaya Bebas Hukuman Penjara bak Rachel Vennya
Preview
Hani Nur Fajrina11 December 2021
Bagikan :

Tulisan di bawah ini sepenuhnya opini penulis.

Uzone.id – Rasanya susah-susah gampang kalau kita, para millennial yang usianya sudah kepala 2, bahkan di ujuk tanduk 20-an tahun, mengingat dengan detail pelajaran apa saja yang diajarkan di bangku SD. Satu hal yang pasti, dari kecil, kita diajarkan untuk bersopan santun di mana pun berada.

Seingat saya, pendidikan di kebanyakan sekolah di negara ini sangat sering mengajarkan teori dan hafalan. Belajar bahasa saja ada teorinya, padahal kalau dipikirin, saat kita ngobrol dengan orang lain, semua mengalir saja, yang penting lawan bicara mengerti bahasa dan konteks yang kita utarakan.

Paling banter mata pelajaran PPKN yang menanamkan banyak nilai untuk kita berinteraksi dengan sesama manusia. Mulai dari gotong royong, tenggang rasa, hingga toleransi beragama. Sementara untuk urusan sopan santun, biasanya secara default sudah diajarkan dari rumah, alias didikan orang tua.

Ketika kita termasuk ke dalam golongan “orang-orang sopan”, hal ini biasanya bukan jadi sesuatu yang digembar-gemborkan, karena menurut saya, sopan itu seharusnya memang menjadi sifat dasar dari manusia. Apalagi hidup di era modern, malah rasanya janggal jika kita berlaku tanpa adab. Situ orang atau kera?

Baca juga: Selama 2021, Netizen Indonesia Paling Banyak Bahas Ini di Twitter

Sifat sopan pun secara bawaan pastinya diterapkan di kehidupan sehari-hari. Sesederhana tidak mengangkat kaki saat menonton di bioskop, itu sudah termasuk ke dalam contoh sikap sopan. Menjawab pertanyaan orang lain, apalagi yang lebih tua, dengan nada halus tanpa membentak juga biasanya dianggap sopan.

Bahkan di situasi genting atau bikin hati berdebar-debar sekalipun, sikap sopan masih dibutuhkan – entah untuk meredam drama, mengendalikan emosi, hingga memang untuk menunjukkan bahwa kita adalah manusia baik yang beradab.

Iya, penting banget punya sifat sopan. Walaupun, di dunia realita yang kata orang banyak pahit dan ketidakadilan ini, sifat sopan tak melulu menjadi daya jual kita saat melamar kerja, misalnya.

Rasanya agak konyol jika ditanya HRD, “apa kelebihan kamu?” lalu kita menjawab, “saya orangnya bisa selalu bersikap sopan, bahkan jika saya melakukan kesalahan, saya akan selalu berupaya untuk sopan dan santun.”

Kalau berani menjawab seperti itu, kemungkinan besar tim HRD bakal berdiri dari kursi, memberi senyuman kecut ke kamu, lalu mempersilakan kamu pulang ke Rahmatullah, eh salah, ke rumah orang tuamu. Alias diusir.

Ya mosok, cuma karena kamu sopan, kamu lantas pamer sana-sini dan merasa bisa mendapatkan semua hal yang diinginkan, entah itu pekerjaan atau mimpi-mimpi lain.

Kalau begini ceritanya, yang ada para polisi akan menjadi pengangguran, karena ketika kena tilang di jalan raya, kita tinggal buka kaca saja, dan bilang dengan nada lembut penuh sopan santun, “mohon maaf pak, saya khilaf. Maafkan saya ya, pak, tidak akan saya ulangi lagi.”

Baca juga: Cara Endorse Nyeleneh ala Fadil Jaidil

Lalu hati nurani pak polisi langsung terketuk karena kamu bersikap sopan, dan kamu langsung bebas dari proses tilang. Hal yang sama juga bisa terjadi di kasus lain, seperti mencuri di pasar misalnya.

Diam-diam mengantongi cabe keriting dua bungkus, masukin tiga ekor ayam ke tas belanjaan, dan nyolong dompet ibu-ibu. Sialnya, aksi kriminal itu tertangkap oleh warga. Saat polisi datang, kita langsung minta maaf dan mengakui kesalahan dengan nada super duper mega sopan aja. Nanti juga dibebasin dan dimaafin. Kelar deh, profesi polisi kalau bisa dikalahkan oleh sikap sopan kita.

Tapi ‘kan realitanya nggak begini. Semua ada prosedur, ada norma, ada hukum yang berlaku. Sifat dan perlakuan sopan kita sebagai manusia tidak bisa menjustifikasi kesalahan yang kita lakukan, apalagi kesalahan yang terbilang fatal.

Realita pahit bagi orang-orang sopan? Ya memang begitu adanya. Mau sampeyan orang sopan, orang rajin, orang terkenal, orang berduit, harusnya… harusnya sih, lagi-lagi, tidak membenarkan kesalahan yang dilakukan. Kenapa? Karena nggak ada hubungannya, Sarimin

Makanya, saya langsung tertegun saat membuka platform Twitter. Banyak sekali netizen yang mendadak bising mengomentari urusan kesopanan dan hukuman penjara. 

Semua berawal dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang mengizinkan influencer dan selebgram Rachel Vennya dan dua terdakwa lainnya menjalani hukuman tanpa bui pasca ketahuan kabur kewajiban karantina Covid-19 usai mendarat dari Amerika Serikat.

Bahkan diketahui juga, Mbak Rachel meminta bantuan oknum protokoler Soekarno-Hatta bernama Ovelina agar ia bisa kabur dari karantina. Demi meloloskannya, Mbak Rachel membayar Ovelina senilai Rp40 juta.

Mbak Rachel ini dijatuhi hukuman percobaan selama 8 bulan. Jika selama masa percobaan melakukan tindak pidana, ia baru dikenakan hukuman penjara 4 bulan dan denda Rp50 juta. Dengan kata lain, ia tidak perlu dipenjara saat ini.

Putusan ini diambil hakim karena Mbak Rachel dinilai bersikap sopan selama persidangan dan proses hukum berjalan.

"Hal yang meringankan terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, terdakwa bersikap sopan di persidangan," kata hakim, mengutip berbagai sumber.

Waduh… Saya langsung tertegun karena ternyata sifat atau sikap sopan itu sekarang seperti superpower! Pun begitu dengan sikap terus terang, atau jujur. Lagi-lagi, kalau kita berpaku pada sifat terpuji ini cuma agar terhindar dari hukuman atau sanksi yang seharusnya kita terima atas kesalahan yang kita perbuat, buat apa ada polisi?

Membayangkan jadi Mbak Rachel, pasti diam-diam hatinya bangga karena kesopanannya yang mungkin ia tanam sejak kecil akhirnya membuahkan hasil di skala setinggi jajaran hakim dan putusan hukumnya.

Mbak Rachel sungguh seorang influencer sejati. Terima kasih mbak, sudah mengajarkan dan mengingatkan kita semua terhadap betapa penting dan berharganya sebuah kesopanan di mana pun kita berada. Tak hanya di bangku SD dan di balik meja kerja, namun juga di meja hijau.

populerRelated Article